Reinkarnasi Media Seni dan Internet

oleh Farhani Kautsar Nugraha



 John Lennon, seorang tokoh dunia, musisi, penulis, sekaligus aktivis perdamaian. Anggota sekaligus pendiri grup band The Beatles ini, mulai memberi pengaruh mengenai perdamaian dan aksi-aksi sosial saat sudah mulai bersolo karier. Sekitar dua juta orang Vietnam meninggal saat konflik perang Vietnam. Banyak yang memprotes perang ini. Vietnam bukanlah perang yang mudah diterima masyarakat, karena tak ada tujuan yang nyata disana. Tidak menunjukkan kehidupan, kebebasan, dan kebahagiaan. Saat itu protes semakin meluas dipimpin oleh anak-anak muda dan protes ini meluas dimana-mana. Protes terakhir di London, ribuan warga menolak Inggris memberikan bantuan untuk aksi Amerika Serikat di Vietnam. Ketika situsi seperti ini, John Lennon mulai turut campur berhubungan dengan dunia dan dia merubah dunia.


Dalam karya lagu-lagunya, seperti “give peace a chance”, “power to the people”, John Lennon mengungkap tentang kebebasan, tentang perdamaian. Ketika John menyanyikan lagu “give peace a chance”, maka dunia akan ikut bernyanyi. Begitu besar peran seorang John dalam perdamaian hanya dengan menggunakan media seni dan media tulis. Dalam aksi yang bernama “Bed-In for Peace” di Hilton Hotel Amsterdam, yang memprotes perang dengan cara berdiam di atas kasur bersama istrinya selama tujuh hari. Dia berkata lebih baik berdiam di kasur daripada ikut perang. Media menyorot aksinya ini dan secara otomatis aksi ini member pengaruh pada khalayak mengenai perdamaian.

Saat orang-orang ingin memprotes perang, mengajak perdamaian atau mempengaruhi khalayak melalui brosur-brosur, media cetak, atau media elektronik, John Lennon menyampaikan pemikirannya melalui media seni, khususnya melalui lagu-lagu yang dinyanyikannya. Karena dia merupakan tokoh panutan bagi para penggemarnya. Sedangkan para penggemarnya mencakup hampir seluruh dunia pada masa itu. Media-media cetak atau media-media elektronik yang digunakan orang pada umumnya, jarang mendapatkan perhatian khusus dari khalayak karena masyarakat umum cenderung malas untuk membaca. Hal ini pula yang menyebabkan John dengan mudah menyampaikan aspirasinya, karena masyarakat luas akan lebih mudah mendengarkan lagu-lagu ciptaan John.

Ada seseorang yang berkata “Berbuat sesuatu lebih baik daripada hanya diam di tempat tidur”. Maka John menjawab “Tidak ada yang pernah benar-benar memberikan kesempatan untuk perdamaian, (Mahatma) Gandhi pernah mencobanya, (Martin Luther) King juga, tapi keduanya tewas tertembak. Kami coba berbicara pada kaum-kaum revolusionis yang beranggapan kedamaian bisa dicapai dengan meruntuhkan gedung. Menurutku itu tidak ada gunanya, dan menurut kami “Bed-In” ini cara terbaik untuk memprotes kekerasan dan memperoleh perdamaian”. Selama aksi ini, John dan istrinya Yoko selalu didatangi wartawan dan “Bed-In” ini menjadi headline di berbagai media. Kemudian mereka melanjutkan aksi “Bed-In” ini di Montreal Hotel di Kanada. John Lennon berhasil menyampaikan aspirasinya sekaligus mempengaruhi masyarakat melalui media seni. Melalui lagu “give peace a chance”, John Lennon mengungkapkan tentang memberikan kesempatan pada perdamaian. Ribuan orang berdemo pada Nixon menggunakan lagu itu, mengangkat tangannya, dan lagu itu menjadi lagu nasional untuk gerakan anti perang.
                
Media-media di Indonesia sudah berkembang dan akan berkembang semakin cepat. Baik media cetak maupun media elektronik. Peranan-peranan berbagai media inipun sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun dalam faktanya media-media yang ada tidak seluruhnya digunakan untuk hal-hal yang berbau positif. Kerap terjadi penyimpangan dalam penggunaan media-media, contohnya media internet. Internet memang berisi wawasan yang sangat luas yang kini menjadi jendela dunia. Namun hal-hal negatif pun muncul dalam dunia internet. Dari contoh kecil seperti gambar-gambar dan video-video yang mengandung unsur pornografi yang jelas-jelas dapat merusak kaum remaja secara moral maupun psikologis, sampai penyimpangan besar yang benar-benar menjadikan internet sebagai sarana perusak. Merusak dalam arti menimbulkan perpecahan, konflik, bahkan kejahatan yang kerap terjadi di dunia maya.


Ketika media internet digunakan untuk hal-hal yang berbau negatif seperti contoh di atas, internet tidak lagi menjadi sesuatu yang istimewa karena berkembangnya internet adalah ditujukan untuk keperluan memudahkan orang-orang untuk memperoleh wawasan atau ilmu pengetahuan, membentuk jaringan yang menguntungkan dan lain sebagainya mengenai kegunaan positif.



Dalam hal ini, internet sudah mendunia, di Indonesia pun hampir tidak ada kaum remaja yang tidak mengenal bahkan tidak pernah menggunakan internet. Namun yang menjadi permasakhan adalah “Apa yang kaum remaja atau apa yang orang-orang cari atau kerjakan di internet?”. Kaum remaja pada umumnya lebih suka bermain game atau sekadar membuang waktu dengan melihat-lihat internet, daripada membaca artikel-ertikel, berita aktual, atau apa saja yang dapat meluaskan wawasan mereka. Kecuali memang ada tugas dari guru atau dosen yang mengharuskan mereka untuk mencari di internet. Baru mereka akan menggunakan internet secara maksimal.


Dari waktu ke waktu dan dari masa ke masa, media cetak secara perlahan kurang diberdayakan seperti internet diberdayakan. Karena budaya modern secara langsung menuntut masyarakat luas untuk terus mengembangkan internet. Contoh sederhana, warung internet selalu lebih ramai dibandingkan dengan perpustakaan. Karena kaum ramaja kebanyakan berkiblat pada internet. Hanya beberapa persen saja dari kalangan remaja yang masih tetap mengunjungi perpustakaan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mereka. Penggunaan media cetak maupun elektronik untuk aksi-aksi sosial pun belum sepenuhnya berjalan secara sempurna. Karena minimnya keinginan masyarakat untuk mengetahui atau sekadar peduli untuk melakukan aksi-aksi sosial.


New media dalam menjalankan aksi-aksi sosial kini sangat diperlukan. Karena belum maksimalnya penggunaan media-media untuk tujuan menjalankan aksi sosial. New media yang terbaik adalah pemberdayaan media-media yang sudah ada sehingga dengan sistem media yang baru, penggunaan media akan berjalan maksimal.


Indonesia tentu harus memiliki tokoh seperti John Lennon. Guna memaksimalkan media-media yang sudah ada. Pertanyaannya adalah “Mengapa bisa?”. Bisa, seperti John Lennon mengungkapkan sesuatu, menyampaikan aspirasinya melalui karya-karyanya, yang dalam hal ini dapat disebut sebagai media seni. John lennon memiliki penggemar yang luar biasa banyak jumlahnya. Penggemarnya pun menjadikan dia sebagai panutannya. Lagu-lagunya ibarat doktrin yang mudah diterima oleh masyarakat luas yang terdiri atas para penggemarnya. Sehingga ia dengan mudah dapat mempengaruhi masyarakat luas. Yang istimewa adalah ia menggunakan media seni yang mudah diterima khalayak, ketimbang media cetak atau media lainnya yang menyebabkan orang-orang malas untuk membaca atau menggunakannya.


Media seni dan media internet seharusnya memiliki hubungan yang erat. Mengenai media seni, ini adalah media yang paling instan. Tokoh idola menciptakan lagu tentang cinta, maka para penggemar pun akan hidup penuh kasih sayang. Tokoh idola menciptakan lagu tentang bantuan pada korban bencana alam, maka masyarakat akan lebih mudah memberi bantuan karena hanya mendengar lagu, ketimbang harus membaca buku yang beratus-ratus halaman. Ketika mereka para idola menyanyikan tentang pentingnya membaca buku, maka akan merangsang alam bawah sadar orang-orang yang mendengarkannya, meskipun mereka tidak sengaja mendengarkan lagu tersebut. Indonesia butuh tokoh seperti ini.


Internet diperlukan pemberdayaannya untuk mencakup seni atau budaya ke dalamnya. Disinilah terlihat hubungan antara media seni dan media internet. Yang terpenting hanyalah pemberdayaan kedua media tersebut, karena pada masa sekarang media seni kurang diperhatikan fungsi-fungsinya oleh khalayak ramai. Padahal aksi-aksi sosial dengan mudah dapat ditanamkan dalam karya-karya seni yang mudah diterima oleh masyarakat. Dan berkesinambungan media seni dan media internet akan menjadi suatu reinkarnasi bagi karya-karya seni, untuk bangkit kembali dalam menjalankan fungsi-fungsinya, baik fungsi-fungsi sosial maupun fungsi-fungsi di bidang lain.


***Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

0 komentar:

Posting Komentar