Kebangkitan dari sebuah negara dengan ideologi Pancasila dan berdasarkan pada Undang-Undang ini, memunculkan pemerintahan yang bernama Demokrasi. Perlu diketahui bahwa Demokrasi memihak pada tiga poin didalamnya. Yakni dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Semua titik utama pemerintahannya ada pada rakyat. Begitu juga dengan sebuah aksi sosial dalam pemerintahan ini. Banyak suara-suara bermunculan dalam aksi sosial tersebut untuk lebih didengar rintihannya, agar kepekaan petinggi-petinggi diluaran sana meningkat dan tentu saja agar suara hati pemimpinnya tidak memandang secara subjektif saja.
Ketika suatu permasalahan terjebak dalam penyelesaiannya, dapat diasumsikan bahwa adanya kecenderungan fokus dengan solusi yang tetap. Padahal, banyak suara-suara diluar keriuhan itu, yang mungkin lebih membuka suatu terpenjaranya solusi yang sudah digunakan. Tidak semestinya memang, solusi yang sudah ada dirombak lagi dengan solusi yang lain sehingga memerlukan lebih banyak waktu dalam sebuah permainan masalah itu. Itulah yang terjadi pada negara kita, Indonesia ini. Saat ini, masalah bertumpukan dan dalam jangka waktu yang lama belum terselesaikan. Hingga banyak sekali umat dinegara ini yang gemas melihat keterlambatan petingginya untuk memusnahkan masalah itu. Mereka seolah-olah ingin sekali turun sendiri ke lapangan dan menyelesaikan masalah-masalah itu dengan ide mereka yang terbuang, belum dipertimbangkan oleh petingginya.
Hanya suara hatilah yang dapat menggerakkan semuanya. Tidak semudah yang dikata memang, jika hati belum tergerak untuk beraksi mengubah sesuatu hal. Mereka yang gemas oleh tumpukan keriuhan di gedung tinggi bernama DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), tidak ambil pusing untuk beraksi dengan ide mereka. Diantaranya, mereka ada yang langsung turun tangan mengentas kemiskinan dengan cara mengadakan bakti sosial dan aksi uluran tangan lainnya. Sudah beribu kali suara mereka lantangkan didepan gedung tinggi itu, namun belum juga ada yang mempertimbangkan atau mengambil untuk menjadi opsi solusi berikutnya. Mungkin di lain waktu atau tempat sudah ada yang mengambil hal itu, namun belum terlihat kemajuan yang berarti dari permasalahan Indonesia ini.
Aksi sosial yang mereka buat tak hanya bertujuan untuk mencakup satu-satunya masalah besar yakni Kemiskinan. Namun, mereka membangun sebuah lembaga untuk menyuarakan pendapat maupun keluhan masyarakat Indonesia . Ada beberapa sosok yang mengira bahwa lembaga-lembaga baru itu sebagai new media bahkan dapat juga dikatakan sebagai pengganti atau pendukung dari lembaga tertinggi DPR. Tak seharusnya memang bermunculan lembaga-lembaga kecil itu. Karena jiwa sosial mereka yang tumbuh, untuk menyalurkan aspirasi solusi dari masyarakat lainnya.
“Apakah benar, aksi sosial hanya berbentuk dalam kegiatan berbau ‘uluran tangan’?”
Tidak, dari berbagai sumber yang Google berikan, dijelaskan bahwa aksi social dapat berupa orasi dan kampanye. Dalam berbagai waktu dan kesempatan yang ada, kedua bentuk lain dari sebuah aksi sosial itu dapat dilaksanakan. Dengan adanya new media pun, sangat menunjang kegiatan tersebut terrealisasikan. Mungkin ada yang beropini bahwa aksi sosial tidak dapat dicakupkan ke dalam sebuah kampanye bahkan orasi. Namun, satu celah terbuka dari kedua hal itu.
‘Orasi dapat berisi suatu pesan kepada khalayak, informasi berkaitan dengan tujuannya (politis, ilmiyah dsb), penjelasan (argumentasi terhadap suatu persoalan), persuasif (mempengaruhi psikilogi massa ) dan memberi sugesti kepada massa (agitasi).’
Forum Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)-
Sebagai media yang tertuang dalam kegiatan demokrasi, orasi dapat dikatakan sebagai sebuah kesempatan emas aksi social. Didalamnya, menuurut FPPI terdapat empat poin penting tujuan utama sebuah orasi. Yakni informasi, argumentasi, persuasi dan sugesti. Informasi tentu saja dapat dikatakan sebagai aksi sosial yang menyuguhkan suatu hal baru. Yang benar-benar jarang terdengar oleh masyrakat awam. Argumentasi dapat dikatakan sebagai poin yang melengkapi suatu aksi social. Didalamnya tertera berbagai alasan, opini detil dari sebuah topik utama permasalahan.
Bagaimana dengan persuasi? Jelas sudah, kalimat ini sebagai salah satu titik utama dalam orasi yang bersangkutan dengan aksi social. Teriakan-teriakan lantang jelas terdengar dalam kalimat ini. Dan dikalimat ini pula, sebuah kampanye muncul hingga menghasilkan sebuah sugesti pada masyarakat. Tanpa adanya persuasi yang dimunculkan, sugesti tak akan lahir dari dalam benak masyarakat yang mendengarnya. Hubungan persuasi-sugesti seperti simbiosis mutualisme yang saling mendorong. Tanpa adanya sugesti pun, persuasi takkan muncul seketika. Keduanya menjadi titik utama dalam kegiatan aksi sosial, orasi.
“Jadi, apa sebenarnya aksi sosial itu?”
Aksi sosial merupakan kegiatan yang menggerakkan jiwa-jiwa pendengarnya untuk ikut, bergabung, turun langsung dalam penyelesaiannya. Itu mengapa, orasi dan bakti sosial dapat disebut sebagai aksi sosial. Tanpa adanya suatu permasalahan besar bertubi-tubi muncul, aksi sosial tidak akan ada. Tanpa adanya suatu penjebakan solusi permasalahan, aksi sosial takkan tumbuh. Bahayanya adalah ketika aksi sosial itu benar-benar tak mengubah suatu keadaan, apa yang akan terjadi? Anarkis. Ya, tindakan itu yang sampai saat ini belum bisa dihapus dari Indonesia . Banyak korban tak berdosa ikut terjun dalam kegiatan itu. Bahkan mungkin, korban merupakan oknum yang benar-benar tidak paham dengan permasalahan itu. Sangat tragis.
“Bagaimana hubungan new media dengan aksi sosial?”
Media yang sudah ada memang membantu peranan suatu aksi sosial. Bagaimana dengan new media? Jelas berhubungan dengan aksi sosial. Bahkan dapat memicu aksi sosial. Adanya penggerak baru seperti layaknya new media memicu beberapa pro dan kontra. Oleh sebab itu, dapat memicu sebuah aksi sosial bermunculan. Contohnya adalah, sebuah lembaga pengaduan masyarakat di Indonesia menyuguhkan penyediaan hak-hak masyarakat untuk selanjutnya dapat dipersatukan dengan berbagai asumsi lainnya. Lembaga ini dalam melaksanakan usahanya dapat menimbulkan berbagai perlakuan dan tanggapan lebih dari konsumen atas pelayanan lembaga itu sendiri. Dari perjalanan sebuah lembaga pengaduan, dapat disimpulkan bahwa tanpa adanya new media, aksi social takkan jalan. Begitu juga dengan new media yang keberadaannya baru muncul. Tanpa adanya kampanye (aksi social), tak ada yang tahu tentang berdirinya suatu new media tersebut.
“Apa yang bisa didapat dari sebuah aksi sosial dan new media?”
Aksi sosial tentu menghasilkan sebuah pemikiran yang luas terhadap seseorang. Dan, dari sebuah aksi sosial terkadang ditemukannya sebuah solusi permasalahan. Aksi sosial juga yang menggerakkan seseorang untuk terjun langsung dalam suatu lingkup permasalahan. Tanpa adanya aksi sosial, kehidupan ini terkadang terlihat monoton, tidak bergelombang seperti layaknya ombak yang bentuknya sama. Ketika muncul tetesan untuk ombak itu, pastinya ombak itu berubah dan memberikan hawa berbeda layaknya sebuah aksi sosial.
New media yang sebenarnya jika dilihat secara subjektif keseluruhan makna dan wujud fisiknya, mungkin hanya beberapa fungsi dari sebuah new media itu dapat dideskripsikan. Padahal new media dapat membuat sekitarnya terbangun untuk lebih memikirkan dimasa yang akan datang. Tidak tetap merenung oleh masa lampau. New media pula yang dapat berkolaborasi dalam setiap individu masyarakat untuk mengarahkan pada hal yang lebih inovatif.
Oleh karena itu, aksi sosial dan new media tidak dapat dipisahkan. Keduanya, saling berinteraksi, berkolaborasi untuk mendapatkan suatu tujuan kelompok maupun individu dalam hal memperbaiki permasalahan mereka. Aksi sosial dan new media juga tidak hanya berbentuk dalam hal-hal itu saja di masyarakat. Dapat menjadi sebuah inspirasi apabila aksi sosial berbentuk sebuah penyuluhan atau penelitian bersama adanya new media dilingkungan sekitar.
Jangan lakukan aksi sosial, sebelum adanya new media!
Jangan berikan new media, tanpa adanya aksi sosial! J
***Penulis adalah siswa SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo
7 komentar:
wawasannya luas, tata bahasa penulisan ok, mudah dicernak, aku suka yang ini, selamat berjuang dan sukses
Tulisannya mudah dicerna, terutama wawsannya luas, saya suka, karena penulis masih muda, terus kembangkan bakatmu. sukses selalu.
Saya support setiap upaya menempatkan new media untuk lebih memberdayakan (empowering) masyarakat yg mandiri.
#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 15
Mantap dah...
selamat dan sukses
Posting Komentar