Dunia Maya, Paradigma Baru Menggalang Aksi Sosial

oleh Muhammad Faisal Harahap



Kalau kita cermati hingga tahun 2011 ini, pengguna internet di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat langsung meledak pertumbuhannya. Data yang dirilis Kementerian Komunikasi dan Informatika baru-baru ini menunjukkan bahwa jumlah penggunanya sudah mencapai 45 juta orang. Angka ini sudah termasuk pengguna melalui internet mobile (handphone) dan personal computer (PC). Padahal, pada tahun 1999 jumlah pengguna internet di Indonesia masih ada di angka 1 juta orang. Sungguh, meningkatnya jumlah pengguna internet ini selayaknya patut menjadi perhatian bagi rakyat Indonesia yang berjumlah 240 juta jiwa. Kenapa tidak? Internet dengan pelbagai perangkat dan kecanggihannya-disadari atau tidak telah menjadi media baru dalam penyampaian pesan, gagasan, atau informasi yang ditujukan kepada orang banyak (massa).

Internet memang menjadi media komunikasi baru di Indonesia. Faktanya, Internet telah berhasil menggeser posisi media komunikasi konvensional, seperti: Koran, radio, dan televisi baik dari segi kualitas dan kuantitas. Jika dahulu orang menyampaikan hasil peliputan berita, gagasan, dan informasi kepada khalayak ramai, baik secara lisan maupun tulisan lewat media komunikasi konvensional, sekarang hanya dengan one click away aktivitas tersebut dapat dilakukan oleh siapapun secara cepat dan tepat.

Pun dengan terjadinya konvergensi teknologi informasi dengan bergabungnya teknologi telepon, radio, koran, komputer, dan televisi menjadi satu, yang disebut dengan internet ini membuat sekat antar manusia semakin tak terlihat seberapapun jarak yang memisahkan.

Kehadiran Facebook, Twitter, dan Blog atau yang biasa disebut situs jejaring sosial ini juga telah menjadi aplikasi pelengkap bagi internet. Alasannya sederhana, situs jejaring sosial ini memungkinkan setiap penggunanya untuk berkomunikasi secara interaktif dengan pengguna lain. Tidak peduli apakah mereka saling mengenal, apakah mereka memiliki ikatan keluarga, saudara, lawan, ataupun musuh, situs jejaring sosial ini ternyata mampu untuk menciptakan sebuah komunitas di dunia maya (cyberspace). Dunia maya memang memiliki logika berbeda dengan dunia nyata (realspace). Pekerjaan yang mempertimbangkan waktu, jarak, dan bahkan energi jika dilakukan dalam dunia nyata, ternyata dapat dilakukan dengan mudah dan murah di dunia maya.

Apalagi jika kita sadari, situs jejaring sosial telah menjadi media baru bagi masyarakat untuk melancarkan aksi sosial. Menurut Turner & Killian, aksi sosial adalah tindakan kolektif dengan derajat kelangsungan tertentu untuk mendorong atau menolak perubahan dalam masyarakat (Razak, 2008: 223). Aksi sosial yang muncul di Facebook, Twitter, dan Blog pun sifatnya berbeda-beda; ada yang sifatnya persuasif, hanya berupa kritikan terhadap permasalahan sosio-politik, bahkan yang radikal sekalipun ada.

Inti dari aksi sosial itu sebenarnya satu, yaitu menginginkan adanya perubahan sosial. Salah satu bentuk konsekuensi gerakan untuk perubahan tersebut adalah mendramatisir isu-isu sosial. Para penggiat aksi sosial biasanya bermain pada area ini dimana isu-isu sosial seperti keadilan, ketahanan pangan, isu pendidikan, dan kesejahteraan dikonstruksi lewat media Facebook, Twitter. dan Blog. Para penggiat aksi sosial pasti merasa diuntungkan dengan adanya situs jejaring sosial, pasalnya gagasan perubahan yang mereka usung mudah menyebar kepada pengguna jejaring sosial lain jika hal tersebut mendapatkan “momentum”.

Paradigma Baru
Satu pertanyaan esensial dari fenomena tersebut, apakah internet mampu mengakomodasi aksi sosial untuk perubahan? Tentu saja bisa. Jika diibaratkan setiap komputer atau perangkat lain yang tersambung dengan internet adalah sebuah “jendela”, maka akan terlihat atau terdengar objek-objek yang bukan bersifat fisik atau representasi dari fisik tertentu, namun lebih kepada karakter, gaya, dan pembuatan informasi. (Haryati, 2007: 5-6). Tiga hal inilah yang kemudian mempengaruhi kemunculan aksi sosial lewat internet.

“Jendela” merupakan sebuah kata kiasan. Kata kiasan tersebut memiliki makna sebagai sebuah media dimana kita dapat melihat dan mendengar melalui surat elektronik (E-mail), surat bersuara (voice mail), forum diskusi, sistem percakapan tertulis (chatting), konferensi suara, konferensi video, dan sistem pertemuan elektronik yang akan mendukung terjadinya proses komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi jaringan dalam komunikasi dunia maya (Haryati, 2007: 6). Media seperti ini sesuai dengan aksi sosial yang berorientasi pada tindakan (action oriented). Model action oriented lebih menekankan pada mobilisasi pelaku. Aksi sosial muncul dari masyarakat akar rumput (grassroot), jika volume keprihatinan, ketidakpuasan, dan frustasi masyarakat sudah melebihi ambang batas tertentu. Hal semacam ini juga mengilustrasikan bahwa aksi sosial sebagai letupan spontan dan perilaku kolektif yang kemudian memperoleh kepemimpinan, organisasi, dan ideologi lewat mediasi internet.

Sebut saja “Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Candra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto” yang diinisiasi oleh salah satu pengguna internet, khususnya situs jejaring sosial Facebook. Komunitas berbasis aktivis gerakan moral dan juga pressure group ini bertujuan untuk mengarahkan pemerintahan Indonesia yang bersih (good governance). Masih segar dalam ingatan kita ketika kasak-kusuk “Kriminalisasi KPK” oleh lembaga penegak hukum (POLRI). Kurang dari seminggu dari sejak awal kemunculannya, kelompok baru di dunia maya ini sudah mencapai target 1 juta pendukungnya. Maka sepatutnya kita layak mengapresiasi bahwa situs jejaring sosial adalah salah satu basis aksi (gerakan) sosial yang efektif dan efisien.

Internet juga menawarkan gaya komunikasi yang sangat berbeda dengan media konvensional sebelumnya. Media komunikasi konvensional pada dasarnya menawarkan model komunikasi “satu untuk banyak”. Sedangkan internet memberikan model-model tambahan: “banyak untuk satu” (E-mail ke satu alamat sentral dan banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu website) dan “banyak untuk banyak” (E-mail, milis, dan kelompok-kelompok baru). Hal ini yang kemudian disebut Severin dan Tankard sebagai “potensi komunikasi internet yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan media komunikasi sebelumnya” (Haryati, 2007: 7).

Konsekuensi dari perubahan gaya komunikasi yang ditawarkan oleh internet ini ternyata juga menuntut sebuah penyampaian informasi yang cepat dan persuasif.  Penulis mengutip salah satu bagian dari kalimat undangan seorang aktivis pangan yang mengundang orang lain untuk menghadiri aksi sosial yang diselenggarakan oleh lembanganya, “…Acara ini 100% FREE/Dan dihadiri oleh banyak pemuda/i yang peduli akan pangan lokal dari berbagai kampus, akademisi dan kota/Jadi Jangan Mau ketinggalan Buat Join”. Ada dua poin yang menarik perhatian penulis untuk mengatakan penyebaran informasi diatas cepat dan gaya bahasa yang digunakan pun persuasif.

Pertama, informasi tersebut disebarkan di kelompok-kelompok dunia maya. Jika diasumsikan dia mempunyai tiga kelompok di Facebook, dengan rata-rata anggotanya berjumlah 50 orang, maka dari Facebook saja dia berhasil mengirimkan undangan kepada 150 orang. Pun jika dia bergabung di dua milis dengan rata-rata anggotanya 100 orang, maka nilainya menjadi 200 orang. Belum lagi jika dia memiliki Blog pribadi, akun Twitter dan berteman dengan 100 orang untuk masing-masing akun. Akhirnya, total keseluruhan undangan yang dia sebar lewat internet tak kurang dari 450 orang. Apakah dia mampu melakukan hal secepat itu di dunia nyata dengan cara mengirimkan undangan langsung kepada objek sasaran? Saya pikir tidak. Itu belum termasuk penyebaran informasi dari website resmi lembanganya. Pun jika dikalikan dengan jumlah anggota keseluruhan dari lembaga tersebut melakukan hal yang sama. Maka tak heran jika aksi (gerakan) sosial berkembang cepat melalui dunia maya, apabila tak ingin dikatakan menjamur.

Kedua, aksi sosial tersebut harus merupakan manifestasi dari rasa keprihatinan, ketidakpuasan, dan frustasi masyarakat yang dipahami secara umum (common sense). Undangan yang penulis pakai sebagai contoh diatas, adalah bentuk common sense yang paling mendapatkan momentum. Betapa tidak? Undangan tersebut disebar untuk memperingati hari pangan internasional. Spontan masyarakat sebagai pengguna internet, khususnya jejaring sosial yang merasa prihatin atas kondisi pangan di Indonesia, akan merasa tergerak menjadi agen suatu perubahan (agent of change).

Dengan demikian, dunia maya pun menjadi paradigma baru dalam menggalang aksi sosial karena memberikan kemudahan dalam menyampaikan pesan, gagasan, atau informasi. Situs jejaring sosial pun menjadi alternatif solusi untuk hal tersebut. Siapa saja bisa menjadi agen perubahan lewat media baru ini, tanpa mempertimbangkan gelar, jabatan, dan strata sosial. Tidak seperti media konvensional yang hanya menjadikan orang awam sebagai “objek” informasi. Semoga perubahan memang dapat tercapai di Indonesia!

***Penulis adalah mahasiswa Univeristas Islam Negeri Syarief  Hidayatullah Jakarta

12 komentar:

Lia Subarina mengatakan...

itulah dahsyatnya Media Baru (New Media), di antara Media Baru itu adalah blog, website dan jejaring sosial. dari tiga media itulah kemudian muncul 'citizen journalism' yaitu kegiatan jurnalisme seperti mengapload informasi berupa teks, foto maupun video yang dilakukan oleh warga sipil yang notabennya bukan kalangan wartawan atau insan media. sehingga informasi tersebut akan cepat terpublikasikan kepada khalayak.

saya memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada pihak yang mempunyai kontribusi atas terselenggaranya Indonesiam Young Netizen Day 2011 ini. juga khususon kepada Muhammad Faisal Harap atas tulisannya yang luar bisa ini.
selamat dan sukses untuk kita semua :)

SYNN mengatakan...

sungguh media sosial di dunia maya telah menjadi sumber inspirasi yg gak abis2 buat para pemuda dalam menyuarakan aksi2nya.
dengan bermodalkan 1 account saja bisa mengajak hingga 5000 orang. this is fucking awesome, guys! :D bahkan pemerintah pun memberikan aplaus dan merespon aksi2 tersebut.
emang bener kata Mahatma Gandhi, "When the people lead, the leaders will follow."

el_zubeto mengatakan...

Mampu menjaring ratusan orang dalam waktu singkat, itu lah kegunaan media sosial...

Re mengatakan...

nice touch :)

undeniably true! Nowadays, it's not necessary to wait for the letter of invitation (in printed version) anymore. While we can just browse unlimited events yet creating awareness and promotion of our projects/causes based on our personal/org interests :)

Pondok Pesantren Ash-Shalihin Gowa mengatakan...

the world is flat with internet

azmi muharam mengatakan...

paradigma baru dalam menggalang aksi sosial, mari BERAKSI !!

Fakhdian Pamungkas a.k.a Ipank mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 12

Rizky Muhammad Zein mengatakan...

semua terasa dekat karena internet. jarak tak jadi masalah. nice post. :)

Prita Priyono mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 12

Anonim mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 12

Unknown mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 12
like this

Anonim mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 12

Posting Komentar