Sosial Media Jawaban Bagi Pers Mahasiswa

oleh Happy Ari Satyani



Media sebagai sarana komunikasi masyarakat mengambil peranan yang besar dalam tatanan suatu Negara. Bahkan perjuangan bangsa Indonesia tidak luput dari peran media. Perjuangan bangsa ini dikawal oleh media yang digawangi oleh generasi Muda, khususnya mahasiswa. Pers mahasiswa (Persma) diyakini sebagai ujung tombak perkembangan media di negeri Ini. Pers mahasiswa telah mengambil peran sebagai control social sejak jaman penjajahan. Sejak jaman perjuangan peran pers mahasiswa memang mengalami mengalami gelombang fluktuasi dan pasang surut. Masa kemenangan pers mahasiswa dipercayai ketika jaman perjuangan melawan penjajahan Belanda hingga era-1998 an. Setelah masa kemenangan berakhir media di dominasi oleh media arus utama, dan pers mahasiswa hanya berperan sebagai media alternative.


Perkembangan media di negeri ini dilalui secara bertahap, setelah radio hadir, televisi tampil menarik perhatian warga, dan internet datang dengan janji kecepatan dan kemudahan, cetak harus bisa bersaing menarik minat pembaca. Kedekatan dan keterlibatan pembaca menjadi mutlak. Media arus utama sebagai poros media sangat bergairah dalam menyongsong arus media baru ini. Ini terbukti dari beberapa media seperti Kompas sangat serius menggarap media onlinenya Kompas.com. Keberhasilan media online ini juga telah dirasakan oleh Detik.com yang selama 9 tahun serius beroperasi secara online hingga pernah ditawar 12 milyar. Keberhasilan dalam arus media baru ini juga disusul oleh Okezone milik grup MNC atau Vivanews.com milik grup Bakrie.

Ditengah keberhasilan media arus utama online ini peran pers mahasiswa justru semakin meredup. Sebagai media alternative pers mahasiswa kehilangan jati dirinya.  Pers mahasiswa seperti kehilangan identitasnya harus berperan dalam memberikan informasi yang di sampaikan oleh media secara umum atau secara spesifik menyampaikan informasi mengenai kehidupan kampus yang terkesan memiliki ruang lingkup sempit. Permasalahan pers mahasiswa tidak hanya sebatas permasalahan kehilangan identitas,  Pers mahasiswa mengalami beragam masalah mulai dari tidak bisa terbit sesuai rencana atau deadline, minat pembaca yang umumnya mahasiswa berkurang drastis, hingga krisis dana dan regenerasi pengelola. Berbagai keadaan  ini membuat lembaga pers mahasiswa makin ‘mati suri.’

Media alternative bukan berarti peran mahasiswa tidak penting lagi. Pers mahasiswa tetap harus berjuang dalam memajukan pembangunan negeri ini. Pers mahasiswa harus membangun negeri mulai dari dalam kampus. Mengkritisi kebijakan-kebijakan kampus yang terkadang irrasional, mengkritisi pemerintahan mahasiswa sebagai gambaran pemerintahan Indonesia kedepan dan juga berperan dalam mengkritisi isu-isu social. Dalam hal ini pers mahasiswa juga mengalami tekanan-tekanan dari penguasa kemahasiswaan yang mempengaruhi independensi. Pers mahasiswa harus bangkit terutama dalam menghadapi independensi. Oleh karena itu social media adalah jawaban.

Kredibilitas Pers Mahasiswa
Sejak jaman diberlakukannya NKKBKK (Normalisasi Kehidupan Kampus Badan Kehidupan Kampus) tahun 1978 mahasiswa kembali ke kampus benar-benar hanya untuk belajar. Sejak saat itu segala kegiatan mahasiswa dikontrol oleh kampus. Aktivitas mahasiswa dibiayai, termasuk lembaga pers mahasiswa. Pers mahasiswa dikontrol pemberitaannya sehingga dipertanyakan Independensinya. Adanya normalisasi kehidupan kampus juga meyurutkan gairah mahasiswa dalam berorganisasi dan membaca. Kebijakan itu membentuk mahasiswa kupu-kupu alias mahasiswa kuliah pulang-kuliah pulang. Kegiatan-kegiatan organisasi menjadi dipandang sebelah mata, sebagai jawaban kegiatan-kegiatan seperti seminar ilmiah dan kegiatan adhock menjadi primadona. Kegiatan produksi pers mahasiswa yang umumnya kegiatan cetak menjadi terhambat karena terbatasnya sumberdaya manusia. Belum lagi biaya cetak dalam setiap edisi yang mencapai 5 juta rupiah. Sementara keuangan yang disediakan oleh pihak rektorat sangat rumit birokrasinya. Kegiatan cetak persma menjadi taruhan. Pers mahasiswa menjadi kehilangan kredibilitasnya sebagai penyedia informasi utama kehidupan kampus. Pers mahasiswa terkesan sebagai penyedia informasi musiman, karena hanya cetak untuk edisi tertentu misalnya.  

Meskipun sedikit terlambat pers mahasiswa harus mulai menyadari ini bahwa mau tidak mau produk cetak harus diubah jika persma tidak ingin akan tergerus jaman. Di tengah terjangkaunya internet dan semakin meningkatnya penggunaan jejaring social ketertinggalan ini adalah ironi. Persma harus sedikit berkaca terhadap media-media terkemuka seperti The Washington Post, Rocky Mountain News, International Herald Tribune, dan Seattle Post yang terpaksa menghentikan pekerja ruang cetaknya. Pers mahasiswa tidak harus berubah total, karena untuk meningkatkan kredibilitasnya tidak bisa langsung dan serentak. Persma harus benar-benar pandai menggaet pembaca dengan menghasilkan tampilan-tampilan segarnya. Yang terpenting menurut Anton Muhajir, wartawan Freelance, media soaial sebagai media baru bagi pers mahasiswa yang terpenting ditandai oleh digitalisasi (dari koran, radio, TV), model berita yang realtime (aktual, breaking news), konvergensi (teks, foto, video), adanya interaksi dengan konsumen (kontribusi, kontrol), reader driven (pembaca punya kuasa karena banyak pilihan), dan kebiasaan membaca sambil bergerak (mobile readership).

Media social sebagai media baru sangat menjanjikan bagi keberlanjutan dan kredibilitas pers mahasiswa. Selain menjanjikan dari segi biaya yang tidak mencapai satu juta untuk menyewa domain website atau bahkan gratis jika memakai blog. Biaya yang murah ini akan dapat memepertahankan independensi persma dari tekanan pihak-pihak yang berperan strategis dalam pembiayaan produk cetak. Jika persma mau aktif menggunakan jejaring sosial semacam Twitter dan Facebook dapat meningkatkan kredibilitasnya. Jejaring sosial terkesan main-main tapi sebenarnya sangat berguna untuk menyebarluaskan karya para penulis di masing-masing bentuk media. Apalagi jenis media ini berdasarkan penelitian di Amerika digandrungi oleh remaja, sebanyak 96% pengguna merupakan remaja yang berumur 18-25. Dan mahasiswa masuk dalam kategori umur ini. Bagian yang tidak kalah penting adalah media online dapat menciptakan komunikasi dua arah antara media dan pembaca. Selama ini tidak semua pembaca peduli dengan adanya hak jawab terhadap media. Sehingga ketika ada pemberitaan yang tidak berkenan, biasanya mereka lebih banyak protes. Melalui media social pembaca dapat langsung berkomentar menganai isi tulisan maupun tampilan media.

Kontrol Sosial Pers Mahasiswa
Selama ini media-media konvesional dikuasai oleh orang-orang penting dalam tata pemerintahan. Oleh karena itu pemberitaan yang ada di media-media dikendalikan oleh penguasa. Media umum menjadi kehilangan fungsinya sebagai control social dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Ditengah ketidakpercayaan masyarakat terhadap media-media arus utama social media adalah jawaban. Peranan media social sangat diperlukan dalam mengontrol kekuasaan. Pers mahasiswa dapat lahir lebih segar dengan social media dan mengambilalih kembali control kekuasaan. Melalui media social pers mahasiswa harus dapat mampu mengelaborasikan berbagai keilmuan yang mereka miliki dengan tingkat kekritisan mereka untuk berperan sebagai control social. 

Jika selama ini media social yang dikelola sebagai media arus utama hanya menampilkan berita segar namun dangkal, media social pers mahasiswa dapat menampilkan penulsan-penulisan menganai isu social yang lebih mendalam dari sudut pandang mahsiswa. Ditengah kehidupan kemahasiswaan yang semakin meredup bahkan terkesan apatis, bukan sesuatu yang tidak mungkin mengembalikan identitas pers mahasiswa. Media social adalah jawaban.

***Penulis adalah mahasiswa Universitas Udayana

10 komentar:

Inspirasi mengatakan...

Untuk bisa bersaing dengan yang lain, memang diperlukan sesuatu yang akan dapat berkembang secara dinamis. Social Media.

THEO_VILLA mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8

astititete mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8

I Dewa Gede Windu Sanjaya mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
I Dewa Gede Windu Sanjaya mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8

dodok yuda mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8

Anonim mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8
Saatnya mahasiswa menunjukkan identitas dirinya sebagai agen perubahan yang menghantarkan kebenaran ke hadapan masyarakat tanpa mengesampingkan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Jangan sampai media mahasiswa yang hendak memperjuangkan masyarakat justru membuat masyarakat itu sendiri menjadi tidak nyaman. Dan media mahasiswa memiliki peranan besar untuk itu.

Unknown mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY NO 8

Anonim mengatakan...

#big20IYND I VOTE FOR ESSAY

Anonim mengatakan...

kembangkan terus tulisannmu happy,,,,air tenang menghanyutkan,,,salut,,,

Posting Komentar